Kamis, 03 November 2011

Permasalahan Dalam Penyenggaraan Kasiba & Lisiba

1.            Belum selesainya peraturan dan petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis pelaksanaan Kasiba dan Lisiba BS.
2.            Masih terbatasnya sosialisasi pelembagaan dan bantuan teknis/pendampingan dalam penetapan lokasi.
3.            Masih terbatasnya dukungan dalam pencadangan tanah untuk Kasiba dan Lisiba BS.
4.            Terdapat banyak lahan dengan status HGB/HPL yang belum dibangun untuk perumahan.
5.            Masih terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana (Pusat & Daerah) dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba BS.
6.            Koordinasi dengan instansi pendukung seperti PLN, PDAM, BPN, dan Dinas Perhubungan yang masih belum dapat berjalan dengan baik.
7.            Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum mengakomodasi lokasi Kasiba/ Lisiba BS.

Sumber : Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, Kementerian Negara Perumahan Rakyat

TUJUAN KASIBA dan LISIBA

1.  Kasiba/Lisiba adalah alat untuk pengembagan ekonomi lokal dan alat bagi perkembangan kota
2.  Kasiba/Lisiba adalah alat bagi penyediaan prasarana dan sarana yang memenuhi pembakuan pelayanan serta sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
     3.      Kasiba/Lisiba alat untuk penyediaan kavling tanah matang beserta rumah dengan pola hunian yang berimbang, terencana dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat
4.     Kasiba/Lisiba adalah alat untuk pengendali harga tanah

Peraturan Pemerintah tentang Kasiba &Lisiba

Merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 1992 Pasal 20, yang mengatur tentang:
1.             Lokasi sebagai operasionalisasi RTRK/K.
2.             Badan Pengelola/Badan Penyelenggara.
3.            Pembangunan prasarana.
4.             Pengaturan pembangunan Lisiba/Lisiba BS.
5.            Pengaturan besaran Kasiba/Lisiba.
6.             Pengaturan waktu pembangunan. 
7.            Pengaturan peralihan.

Sumber : Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, Kementerian Negara Perumahan Rakyat

Contoh Umum dan Studi Banding Kontrak Kerja


Contoh Kontrak Kerja Bidang Konstruksi :
Kontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah sakitantara
CV. PEMATA EMAS
dengan
PT. KIMIA FARMA
Nomor : 1/1/2010
Tanggal : 25 November 2010
Pada hari ini Senin tanggal 20 November 2010 kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Richard Joe
Alamat : Jl. Merdeka Raya, Jakarta Barat
No. Telepon : 08569871000
Jabatan : Dalam hal ini bertindak atas nama CV. PEMATA EMAS disebut sebagai Pihak Pertama
Dan
Nama : Taufan Arif
Alamat : Jl. Ketapang Raya, Jakarta Utara
No telepon : 088088088
Jabatan : dalam hal ini bertindak atas nama PT. KIMIA FARMA disebut sebagai pihak kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatank ontrak pelaksanaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit yang dimiliki oleh pihak kedua yang terletak di Jl. Matraman no 9, Jakarta Timur.
Setelah itu akan dicantumkan pasal - pasal yang menjelaskan tentang tujuan kontrak,bentuk pekerjaan,sistem pekerjaan,sistem pembayaran,jangka waktu pengerjaan,sanksi-sanksi yang akan dikenakan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran kontrak kerja,dsb.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html



Struktur Hukum Pranata di Indonesia

1. Legislatif (MPR-DPR), pembuat produk hukum
2. Eksekutif (Presiden-pemerintahan), pelaksana perUU yg dibantu oleh Kepolisian (POLRI) selaku institusi yg berwenang melakukan penyidikan; JAKSA yg melakukan penuntutan
3. Yudikatif (MA-MK) sbglembaga penegak keadilan
Mahkamah Agung (MA) beserta Pengadilan Tinggi (PT) & Pengadilan Negeri (PN) se-Indonesia mengadili perkara yg kasuistik;
Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) mengadili perkara peraturan PerUU
4. Lawyer, pihak yg mewakili klien utk berperkara di pengadilan




Pengertian KASIBA & LISIBA

UU no.4 th 1992 (Kasiba dan Lisiba)
KASIBA 
Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun lebih yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan, khusus untuk daerah khusus Ibu Kota Jakarta, rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

LISIBA 
Lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang.

Sumber : Deputi Bidang Pengembangan Kawasan, Kementerian Negara Perumahan Rakyat

Kamis, 13 Oktober 2011

Pengertian Hukum Pranata Pembangunan

Pranata dalam pengertian umum adalah interaksi antar individu/kelompok dalam kerangka peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup
Pranata dalam arti khusus bahwa terjadi interaksi antar aktor pelaku pembangunan untuk menghasilkan fisik ruang yang berkualitas.
Pembangunan ialah suatu proses perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan hidup, yang juga sebagai pradigma perkembangan yang terjadi dengan berjalannya perubahan peradaban hidup manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan, perubahan strukutr, ketergantungan, pendekatan sistem, dan penguasaan teknologi.
Pranata Pembangunan Bidang Arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan.Interaksi ini didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang public.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
http://budisud.blogspot.com/2008/04/pranata-pembangunan-bidang-arsitektur.html

Rabu, 02 Februari 2011

Arsitektur Jawa

ARSITEKTUR JAWA TENGAH

Arsitektur atau Seni Bangunan yang terdapat di daerah Provinsi Jawa Tengah dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Arsitektur Tradisional, yaitu Seni Bangunan Jawa asli yang hingga kini masih tetap hidup dan berkembang pada masyarakat Jawa.
Ilmu yang mempelajari seni bangunan oleh masyarakat Jawa biasa disebut Ilmu Kalang atau disebut juga Wong Kalang. Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa ada 5 (lima) macam, ialah :
- Panggang-pe, yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
- Kampung, yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja.
- Limasan, yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan de tengahnya.
- Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
- Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.

Masing-masing bentuk berkembang menjadi beraneka jenis dan variasi yang bukan hanya berkaitan dengan perbedaan ukurannya saja, melainkan juga dengan situasi dan kondisi daerah setempat. Dari kelima macam bangunan pokok rumah Jawa ini, apabila diadakan penggabungan antara 5 macam bangunan maka terjadi berbagai macam bentuk rumah Jawa. Sebagai contoh : gedang selirang, gedang setangkep, cere gencet, sinom joglo lambang gantung, dan lain-lain.
Menurut pandangan hidup masyarakat Jawa, bentuk-bentuk rumah itu mempunyai sifat dan penggunaan tersendiri. Misalnya bentuk Tajug, itu selalu hanya digunakan untuk bangunan yang bersifat suci, umpamanya untuk bangunan Masjid, makam, dan tempat raja bertahta, sehingga masyarakat Jawa tidak mungkin rumah tempat tinggalnya dibuat berbentuk Tajug.
Rumah yang lengkap sering memiliki bentuk-bentuk serta penggunaan yang tertentu, antara lain :
- pintu gerbang : bentuk kampung
- pendopo : bentuk joglo
- pringgitan : bentuk limasan
- dalem : bentuk joglo
- gandhok (kiri-kanan) : bentuk pacul gowang
- dapur : bentuk kampung
- dan lain-lain.
Tetapi bagi orang yang tidak mampu tidaklah mungkin akan demikian. Dengan sendirinya rumah yang berbentuk doro gepak (atap bangunan yang berbentuk mirip burung dara yang sedang terbang mengepakkan sayapnya) misalnya bagian-bagiannya dipergunakan untuk kegunaan yang tertentu, misalnya :
-- emper depan : untuk Pendopo
-- ruang tengah : untuk tempat pertemuan keluarga
-- emper kanan-kiri : untuk senthong tengah dan senthong kiri kanan
-- emper yang lain : untuk gudang dan dapur.

Di beberapa daerah pantai terdapat pula rumah-rumah yang berkolong. Hal tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga bila ada banjir.
Dalam Seni Bangunan Jawa karena telah begitu maju, maka semua bagian kerangka rumah telah diberi nama-nama tertentu, seperti : ander, dudur, brunjung, usuk peniyung, usuk ri-gereh, reng, blandar, pengeret, saka guru, saka penanggap, umpak, dan sebagainya.
Bahan bangunan rumah Jawa ialah terutama dari kayu jati. Arsitektur tradisional Jawa terbukti sangat populer tidak hanya di Jawa sendiri tetapi sampai menjangkau manca negara. Kedutaan Besar Indonesia di Singapura dan Malaysia juga Bandar Udara Soekarno-Hatta mempunyai arsitektur tradisional Jawa.
Arsitektur tradisional Jawa harus dilihat sebagai totalitas pernyataan hidup yang bertolak dari tata krama meletakkan diri, norma dan tata nilai manusia Jawa dengan segala kondisi alam lingkungannya. Arsitektur ini pada galibnya menampilkan karya “swadaya dalam kebersamaan” yang secara arif memanfaatkan setiap potensi dan sumber daya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis antara “jagad cilik” (mikrokosmos) dan “jagad gedhe” (makrokosmos).
Pada dasarnya arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya Bali dan daerah lain – adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh pagar. Yang disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu bangunan dengan dinding yang pejal melainkan halaman yang berisi sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar. Struktur bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu, bagaikan payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar merupakan tirai pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat menarik pula untuk diungkap adalah struktur tersebut diperlihatkan secara jelas, wajar dan jujur tanpa ada usaha menutup-nutupinya. Demikian pula bahan-bahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di samping itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal terhadap gempa.
Atap bangunannya selalu menggunakan tritisan yang lebar, yang sangat melindungi ruang beranda atau emperan di bawahnya. Tata ruang dan struktur yang demikian sungguh cocok untuk daerah beriklim tropis yang sering mengalami gempa dan sesuai untuk peri kehidupan manusia yang memiliki kepribadian senang berada di udara terbuka. Halaman yang lega dengan perkerasan pasir atau kerikil sangat bermanfaat untuk penyerapan air hujan. Sedangkan pepohonan yang ditanam seringkali memiliki sasraguna (multi fungsi), yaitu sebagai peneduh, penyaring debu, peredam angin dan suara, juga sebagai sumber pangan bagi manusia dan binatang bahkan sering pula dimanfaatkan untuk obat tradisional.
Sumber utama untuk mengenal seni bangunan Jawa untuk untuk daerah Jawa Tengah adalah Kraton Surakarta dan Kraton Mangkunegaran. Juga peninggalan-peninggalan bangunan makam kuno serta masjid-masjid kuno seperti Masjid Demak, Masjid Kudus dengan menaranya yang bergaya khusus, Makam Demak, Makam Kadilangu, Makam Mengadeg, dll.
Di samping seni bangunan Jawa asli yang berupa bangunan rumah tempat tinggal, terdapat juga seni bangunan Jawa peninggalan dari jaman Sanjayawangça dan Syailendrawangça, semasa berkuasa di daerah Jawa Tengah. Bangunan semasa itu biasanya menggunakan bahan bangunan batu sungai, ada juga yang menggunakan batu merah, bahan kayu yang peninggalannya tidak kita jumpai lagi, tetapi kemungkinan dahulunya ada.
Fungsi bangunan-bangunan itu bermacam-macam : sebagai tempat pemujaan, tugu peringatan, tempat pemakaman, tempat bersemedi, dan sebagainya. Corak bangunan-bangunan agama itu ada yang agama Budha Mahayana, misalnya : Borobudur. Yang bercorak Trimurti, misalnya : Dieng. Sedangkan yang bercorak campuran dengan kepercayaan daerah setempat, misalnya : Candi Sukuh dan Çeta.

Bentuk Rumah Panggang-pe :
Banyak kita jumpai sebagai tempat jualan minuman, nasi dan lain-lainnya yang terdapat di tepi jalan. Apabila diperkembangkan dapat berfungsi sebagai tempat ronda, tempat mobil / garasi, pabrik, dan sebagainya.
Bentuk Rumah Kampung :
Umumnya sebagai tempat tinggal, baik di kota maupun di desa dan di gunung-gunung. Perkembangan dari bentuk ini juga dipergunakan sebagai tempat tinggal.
Bentuk Rumah Limasan :
Terutama terlihat pada atapnya yang memiliki 4 (empat) buah bidang sisi, memakai dudur. Kebanyakan untuk tempat tinggal. Perkembangannya dengan penambahan emper atau serambi, serta beberapa ruangan akan tercipta bentuk-bentuk sinom, kutuk ngambang, lambang gantung, trajumas, dan lain-lain. Hanya saja yang berbentuk trajumas tidak biasa digunakan sebagai tempat tinggal.
Bentuk Rumah Tajug :
Ciri utamanya pada atap berbentuk runcing, soko guru dengan blandar-blandar tumpang sari, berdenah bujur sangkar, lantainya selalu di atas tanpa bertingkat. Dipergunakan sebagai tempat suci, semisal : Masjid, tempat raja bertahta, makam. Tidak ada yang untuk tempat tinggal.
Bentuk Rumah Joglo :
Memiliki ciri; atap terdiri dari 4 (empat) buah sisi soko guru dengan pemidangannya (alengnya) dan berblandar tumpang sari. Bangunan ini umumnya dipergunakan sebagai pendopo dan juga untuk tempat tinggal (dalem).


B. Arsitektur Modern ; yaitu seni bangunan yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai corak campuran antara seni bangunan asli dengan pengaruh seni bangunan luar, atau campuran antara luar dengan luar atau asli luar. Paduan unsur seni bangunan yang satu dengan yang lain ini terutama terlihat pada konstruksi bangunannya, atau pada bentuk atapnya. Dari bagian yang mudah terlihat ini, misalnya pada atap, orang dapat mengenalnya dengan mudah bahwa bangunan itu unsur seninya perpaduan. Jenis bangunan yang termasuk arsitektur modern ini dapat berfungsi sebagai tempat tinggal, rumah ibadah, gedung sekolah, gedung pertemuan, rumah makan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, Masjid Kudus, yang selain berbentuk bangunan Jawa asli yaitu Tajug, juga memiliki menara yang berbentuk bale kul-kul seni budaya Bali, mempunyai pintu gerbang bergaya Persia. Kantor-kantor Pemerintahan peninggalan masa pemerintahan kolonial Belanda banyak yang memiliki pilar-pilar dengan Kapiteel Yonis, Doris atauKornilis.
Monumen-monumen yang termasuk Arsitektur Modern adalah ; Monumen Palagan Ambarawa, Monumen Diponegoro di Magelang, Monumen Tugu Muda di Semarang, dan lain-lainnya.

Arsitektur Yunani

Masyarakat Yunani cinta pada keindahan (seni) yang tidak mengarah pada hal-hal yang berlebihan (penuh penahanan diri dan prestasi). Karya seni yang penuh penahanan diri tersebut menghasilkan “keseimbangan” yang sempurna serta “keutuhan” yang seterusnya disebut sebagai “klasik”. Karya seni diperuntukkan bagi persembahan pada dewa-dewanya.

Paham tentang seni dan arsitektur adalah :
  • Kepolosan
  • Keanggunan
  • Kegunaan

Karakter Arsitektur

Arsitektur Aegea ( 3000 - 1100 BC)
Arsitektur di pulau Kreta dan Mikena serta pulau lain disekitarnya berbeda dengan karakter arsitektur di daratan Yunani. Penduduk kepulauan tersebut berasal dari Asia Kecil yang berimigrasi ke pulau Kreta dan sekitarnya serta membawa budaya asalnya.

Bangunan rumah tinggal menggunakan atap datar yang merupakan typical daerah timur, sedangkan cahaya dimasukkan melalui celah-celah lubang atap. Ruang menggunakan “Cella”, yaitu ruang yang keempat sisinya tertutup (massif dengan satu sisi sebagai bukaan (pintu).

“Megaron” adalah unit rumah tinggal dengan fasilitas sebagai berikut :
  • Berbentuk cella yang dilengkapi dengan lobby/vestibule.
  • Entrance dan serambi depan yang mengarah kedalam.
  • Thelamus (ruang tidur) yang diletakkan dibagian paling belakang.
Bahan bangunan :
  • Memakai batu pecah ataupun batu gamping/gibs yang dikeraskan untuk lapisan lantai.
  • Bata yang dikeringkan untuk dinding
  • Atap memakai kayu.

Arsitektur Yunani Daratan (650 – 30 BC)
Ada dua phase peradaban Yunani Daratan, yaitu :
1. Phase Hellenic
2. Phase Hellenistic

Phase Hellenic (650 – 323 BC)
  • Karakter masyarakatnya sangat menjunjung tinggi kepercayaan dan seni, sehingga kuil menjadi bagian yang terpenting. Pada mulanya kuil mengambil bentuk dasar dari Megaron selanjutnya dikembangkan.
  • Konstruksi utama memakai system kolom (tiang) dan balok (gelagar).
  • Bentuk-bentuk dari konstruksi kayu ditiru pada bahan yang lain yaitu marmer “Carpentry in marble” mulai tahun 600 BC.
  • Dinding memakai bata yang dikeringkan atau dengan terakota.
  • Penyelesaian eksterior lebih dipentingkan karena masyarakat Yunani berkosentrasi pada elemen yang cocok dengan iklim serta masyarakat pemakainya (masyarakat Yunani senang dengan udara terbuka) terutama Kuil dan Agora.
  • Hubungan dengan dewanya terjadi di udara terbuka dengan angin yang berhembus sepoi melalui “Collonade” yaitu barisan tiang yang menopang atap pada serambi memanjang serta “Portico” yaitu barisan tiang penopang atap pada serambi depan (memendek), sebagai ucapan selamat datang dengan permainan bayangan gelap terang oleh tiang (kolom) gaya Doric yang tertimpa sinar matahari.

Phase Hellenistic (323 – 30 BC)
  • Pada tahun 480 BC Persia menghancurkan Yunani, Akropolis kota diatas bukit sebagai kompleks bangunan suci juga ikut hancur. Oleh Perikles pemimpin Yunani, Athena dibangun kembali.
  • Pada phase ini banyak dibangun public building (bangunan umum) yang berkembang sangat pesat, bervariasi dan berkesan megah.
  • Banyak dibangun “Stoa” yaitu teras memanjang bertiang banyak yang menghubungkan antara bangunan yang satu dengan yang lainnya serta berfungsi sebagai tempat untuk diskusi yang beratap agar terhindar dari hujan dan terik matahari. Stoa merupakan pasangan dari “Agora” yaitu tempat untuk pertemuan umum di luar juga sekaligus sebagai pasar bagi masyarakat Yunani (terutama di Athena).


Bangunan pada masa Yunani

Propilae di Akropolis Athena
Merupakan gerbang ke tempat-tempat suci di Akropolis dan sekaligus juga sebagai tempat pagelaran seni dan tempat pertemuan umum. Gayanya mengandung campuran antara tiang corak Doric dan Ionic yang terbuat dari batu pualam setempat yang diambil dari gunung Pentelikus di dekat Athena. Pualam ini berubah warna menurut perubahan cahaya matahari dari warna emas dan coklat ke merah jambu kelabu.


Agora
Agora merupakan tempat umum yang dipakai untuk tempat berkumpulnya masyarakat kota, semacam alun-alun yang berfungsi sebagai pasar.



Stoa
Suatu bangunan memanjang (teras) dengan banyak tiang yang fungsinya untuk tempat masyarakat umum berteduh dari hujan ataupun panas, merupakan pasangan agora yang terbuka juga untuk menghubungkan antar bangunan.

Akropolis
Komplek bangunan suci yang terletak di puncak/ tempat tertinggi di Athena, paling atas dipakai sebagai kuil/ tempat tinggal dewa-dewi yunani.




Theater
Merupakan bangunan terbuka setengah lingkaran yang menempel pada lereng-lereng gunung (karena belum ada teknologi untuk penyelesaian konstruksi yang berdiri sendiri dengan skala besar), dengan batu cadas yang dibuat berundak-undak sebagai tempat duduk, dan berakhir pada stage yang digunakan sebagai area persembahan yang berbentuk lingkaran.

Fungsi bangunan tersebut adalah untuk persembahan drama tari dan nyanyi bagi dewa Dionisious (Dewa Seni).

Agar suaranya dapat didengar oleh seluruh warga yang menjalani upacara persembahan tersebut, maka dengan membentuk area seperti gentong (sistem akustiknya), persoalan suara dapat diatasi.


Order Langgam
Ada beberapa langgam yang dapat dikenali pada arsitektur Yunani (dari masa kebudayaan Aegea sampai dengan Hellenistik), yaitu:

Langgam Doric
Merupakan langgam yang berasal dari daerah Doria, merupakan kepala tiang tanpa hiasan (polos), lengkung sederhana dan tanpa alas pada dasar tiangnya, sehingga langsung menempel pada lantai.

Langgam Ionic
Merupakan langgam yang berasal dari pesisir yaitu ionia, kepala tiangnya mengambil bentuk noctilus (kerang besar). Bentuknya melingkar pada kedua sisinya, sedangkan pada dasar tiang memakai alas.



Langgam Corinthian
Merupakan langgam dari daerah pegunungan mengambil alih bentuk-bentuk alam (flora) daun Achantus. Pada dasar tiang menggunakan alas, bertumpu pada lantai berundak